Dinas
Kesehatan Kabupaten Purwakarta tetap mengimbau masyarakat untuk tidak
menggunakan obat sirup atau obat sediaan cair untuk sementara waktu meski
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah merilis surat edaran terbarunya.
Yakni,
surat edaran Kemenkes Nomor HK.02.02/III/3515/2022 tentang Petunjuk Penggunaan
Obat Sediaan Cair/ Sirup pada Anak dalam rangka Pencegahan Peningkatan Kasus
Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA)/(Atypical Progressive Acute
Kidney Injury) tertanggal 24 Oktober 2022.
Melalui
surat edaran tersebut, Kemenkes memperbaharui surat edaran terkait penggunaan
sirup obat. Sesuai hasil pemeriksaan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Total 168 obat sirup kini sudah boleh digunakan lagi dengan sejumlah catatan.
Daftar
obat sirup yang sudah boleh digunakan kembali antara lain mencakup 133 obat
sirup yang tidak menggunakan pelarut Propilen Glikol, Polietilen Glikol,
Sorbitol dan/atau Gliserin/Gliserol berdasarkan registrasi BPOM. Keempat jenis
pelarut ini diketahui sebagai sumber cemaran toksik etilen glikol (EG) dan
dietilen glikol (DEG).
Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta dr. Deni Darmawan, M.A.R.S., melalui
Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan, dr. Ano Nugraha menyebutkan, imbauan
kepada masyarakat untuk tidak menggunakan obat sirup masih terus dilakukan.
"Ini
sebagai bentuk kewaspadaan sekaligus pencegahan. Terlebih surat edaran Kemenkes
terkait larangan menggunakan obat sirup masih belum dicabut," ujar dr. Ano
saat ditemui di kantornya, Selasa (25/10/2022).
Imbauan
ini juga berlaku untuk semua apotek dan toko obat serta fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes) lainnya agar tidak menjual obat bebas ataupun obat bebas
terbatas dalam bentuk cair dan sirup untuk sementara waktu.
"Selain
itu, dokter dan tenaga kesehatan juga dilarang memberikan resep obat sirup atau
cair. Larangan ini berlaku sampai ada pengumuman resmi dari pemerintah,"
katanya.
Tak
hanya imbauan, pihaknya juga telah mendata sekaligus berkoordinasi dengan
fasyankes di 17 kecamatan di Kabupaten Purwakarta. Total ada 126 apotek dan 24
toko obat.
"Kami
minta seluruhnya untuk mengisi form laporan terkait sediaan obat sirup di
tempatnya masing-masing. Berapa jumlahnya dan segera dikarantina. Artinya
dipisahkan, untuk kemudian dikembalikan ke pihak distributor atau Pedagang
Besar Farmasi (PBF)," ucapnya.
Hinga
saat ini, sambungnya, yang sudah melaporkan ada 56 fasyankes termasuk di
antaranya apotek, toko obat, klinik, dan lainnya. Pihaknya juga meminta rekapan
obat sirup yang sudah dikembalikan ke distributor atau PBF.
"Dinkes
akan terus mengawasi terkait perkembangan obat sirup ini sesuai dengan
instruksi Kemenkes. Kami juga bekerja sama dengan Dinas Koperasi, UMKM,
Perindustrian, dan Perdagangan yang mengelola masalah ritel," kata dr.
Ano.
Kerja
sama tersebut, kata dia, di antaranya memantau langsung ke apotek dan toko
obat, serta toko dan pasar tradisional terkait keberadaan obat sirup
dengan didampingi jajaran Polres Purwakarta,
Senin (24/10) lalu.
"Kami
segera memutus peredaran obat sirup. Yang masih ada harus segera dikarantina.
Kami juga meminta fasyankes tidak meresepkan sediaan obat sirup dan melarang
menjualnya untuk sementara waktu," ujarnya.
Tingkatkan
Kewaspadaan
Ditemui
terpisah, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes
Purwakarta dr. Eva Listya Dewi mengungkapkan, pihaknya menelusuri data kasus
Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal sepanjang Januari - September 2022.
"Diketahui
ada satu kasus berdasarkan laporan dari RSUP Hasan Sadikin yang dirujuk pada
Agustus 2022 lalu. Pasiennya anak usia 1 tahun 8 bulan dan sudah meninggal
dunia. Namun belum dapat dipastikan apakah itu diakibatkan mengonsumsi obat
sirup atau ada pemicu lainnya," kata dr. Eva.
Berdasarkan
data pasien dari pihak rumah sakit, pihaknya melacak alamat pasien dan sudah
melakukan kunjungan. Ini dilakukan untuk memastikan benar tidaknya identitas
pasien tersebut.
Bidang
P2P ini, kata dia, arahnya lebih ke kewaspadaan terhadap gangguan ginjal akut
ini. Yaitu, dengan cara sosialisasi ke tenaga kesehatan dan kepada masyarakat.
"Sebagai
bentuk kewaspadaan dini, kami meminta masyarakat, terutama orang tua yang
memiliki anak usia 0-18 tahun, untuk aktif melakukan pemantauan umum dan gejala
yang mengarah kepada gagal ginjal akut," ujarnya.
Gejalanya,
seperti penurunan volume urine yang dikeluarkan, demam selama 14 hari, gejala
ISPA, dan gejala infeksi saluran cerna. Gagal ginjal akut pada anak ini
memiliki gejala yang khas yakni penurunan volume urin secara tiba-tiba.
"Bila
anak mengalami gejala tersebut, sebaiknya segera dibawa ke fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut,” ucapnya.(*)