Pemerintah
Kabupaten Purwakarta terpaksa menyegel dan menutup bangunan padepokan yang
tidak memiliki ijin dan disalahgunakan selama dua tahun menjadi rumah ibadah
oleh sejumlah orang anggota jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS)
Purwakarta, di Desa Cigalem. Kecamatan Babakancikao, Kabupaten Purwakarta,
Sabtu (1/4) sore kemarin.
Penutupan
itu merupakan hasil kesepakatan yang diambil dalam Rapat Koordinasi
(Rakor) Pemkab Purwakarta, Forum
Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Badan Kerjasama Gereja-Gereja (BKSG)
Purwakarta dan perwakilan jemaat GKPS, pada Jumat (31/3) malam di komplek
Pemkab Purwakarta.
Keputusan
penutupan bangunan tak berijin yang disalahgunakan menjadi rumah ibadah itu
diambil untuk menghindari terjadinya keresahan sosial yang sudah mulai muncul melalui keberatan
warga setempat terhadap bangunan tak
berijin yang disalahgunakan menjadi tempat ibadah.
Rakor
tersebut juga menyepakati para jemaat GKPS agar tetap bisa menjalankan ibadah
di gereja -gereja lain yang terdekat. "Pemerintah
Kabupaten Purwakata dan Kantor Kemenag Purwakarta akan membantu berkoordinasi
dengan gereja-gereja lain agar para jemaat GKPS tetap bisa beribadah dengan
baik," kata Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika seusai Rakor
tersebut.
Di
Purwakarta, terdapat 19 gereja yang bisa digunakan para jemaat GKPS untuk
beribadah. Dari jumlah itu, 3 gereja diantaranya berada dalam kecamatan yang
sama dengan lokasi bangunan ilegal yang selama ini digunakan oleh jemaat GKPS..
"Kita
akan bantu koordinasikan agar mereka bisa beribadah di gereja-gereja tersebut. Hak mereka sebagai warga negara untuk
beribadah sesuai dengan agamanya akan tetap kita lindungi dan kita jaga. Itu
sesuai amanat konstitusi kita," kata Anne.
Rakor
yang dipimpin langsung Bupati Purwakarta itu dihadiri Komandan Kodim (Dandim)
Purwakarta, Letkol TNI Andi Achmad Afandi, Kapolres Purwakarta AKBP Edwar
Dzulkarnain, Kepala Kantor Kemenag Purwakarta Sopian, Ketua MUI yang juga Ketua
FKUB KH Jhon Dien, Ketua BKSG, Pendeta
Maria Aprina dan perwakilan Jemaat GKPS.
Dari
jajaran Pemkab Purwakarta yang hadir mendampingi Bupati Anne dalam rakor
tersebut adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Norman Nugraha, Kepala Kantor
Kesbangpol, Yus Djunaedi.
Sementara
itu, pelaksanan penutupan
bangunan tak berijin yang disalahgunakan
menjadi rumah ibadah dilakukan keesokan harinya pada Sabtu (1/4) sore. Penutupan bangunan yang bernama
Pendopo Etaham Simalungun Purwakarta itu dilakukan dengan memasang Tanda Segel
oleh anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dengan bantuan pengamanan
dari anggota TNI-Polri.
Penyegelan
dipimpin langsung Bupati Anne didampingi Dandim Purwakarta, Letkol TNI Andi
Achmad Afandi, Wakapolres Purwakarta Kompol Ahmad Mega, Kepala Kantor Kemenag
Purwakarta Sopian, Ketua MUI yang juga Ketua FKUB KH Jhon Dien, Perwakilan BKSG
dan Jemaat GKPS.
Sementara
jajaran Pemkab Purwakarta yang ikut hadir dalam penyegelan itu adalah Sekda
Purwakarta Norman Nugraha, Kepala Kantor Kesabangpol Yus Djunaedi Rusli, Camat
Babakan Cikao dan Kepala Desa Kades Cigelam.
Situasi
Kondusif
Penutupan
bangunan tak berijin itu berlangsung dalam situasi kondusif. "Kita
bersyukur langkah ini bisa kita tempuh dengan semangat kebersamaan untuk
menjaga suasana kondusif di Purwakarta. Semua pihak yang terlibat bersikap sangat bijaksana. Susananya sangat kondusif. Ini membuktikan
bahwa semua persoalan yang ada di Purwakarta bisa diselesaikan melalui dialog
yang sehat dan saling menghormati," kata Bupati.
Menurut
Bupati perempuan pertama Purwakarta itu, penutupan bangunan itu bersifat
sementara sampai semua proses perjiinan dipenuhi, seperti bukti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Layak
Fungsi (SLF).
Penyalahgunaan
bangunan tak berijin untuk tempat ibadah itu juga melanggar peraturan
pemerintah pusat yakni Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 terkait Pendirian Rumah Ibadah. Peraturan itu dikenal
dengan sebutan SKB 2 Menteri.
Bupati
Anne mengatakan
agar penutupan ini tidak disalahpahami atau sengaja disalahartikan. Menurutnya
yang ditutup bukanlah tempat ibadah, melainkan adaah bangunan tak berijin.
"Yang kami tutup adalah bangunan tak berijin tapi disalahgunakan. bangunan
itu melanggar ijin pemerintah daerah dan melanggar peraturan pemerintah pusat
yakni Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006
," ujar Bupati Anne.
Menurut
Kepala Kantor Kemenag Purwakarta,
Sopian, para jemaat yang melakukan kegiatan peribadatan dibangunan pendopo
tersebut mengakui tidak mengantongi ijin baik dari lingkungan setempat maupun
dari pemerintah terkait rumah peribadatan.
Sopian
mengatakan, jika melanggar peraturan SKB 2 Menteri terkait pendirian rumah
ibadah, maka dengan sangat terpaksa untuk
sementara kegiatannya harus dihentikan. Langkah itu ditempuh untuk menghindari
kesalahpahaman dan memicu konflik horisontal di antara masyarakat.
Meski
demikian, lanjut Sopian, pihaknya telah menyiapkan solusi dan rekomendasi agar
para jemaat tetap bisa melaksanakan ibadahnya. "Kami menyarankan agar
mereka bisa beribadah ke gereja-geraja lain yang perijinannya sudah
dipenuhi," kata Sopian.
Sementara Ketua MUI yang juga Ketua FKUB KH. Jhon Dien
mengatakan, pihaknya khawatir jika kegiatan peribadatan di bangunan tak berijin
itu terus dilanjutkan akan menjadi polemik isu SARA yang mencoreng toleransi umat
beragama di Purwakarta yang sudah sejak lama kita jaga.
"Kita
ingin semuanya bisa diselesaikan secara baik-baik. Semua pihak harus bisa
menerima dengan ikhlas semua keputusan yang disepakati bersama. Kita tida ingin toleransi umat beragama di Putwakarta tercoreng,"
katanya.
Seperti
diberitakan sebelumnya, kasus keberatan
warga terhadap penggunaan bangunan pendopo ilegal menjadi tempat peribadatan
sempat viral dan mencuri perhatian masyarakat.
Bangunan
pendopo tak berijin tersebut sudah dua
tahun disalahgunakan menjadi tempat peribadatan. Bangunan miilik pribadi yang berlokasi di Desa Cigelam, Kecamatan
Babakan Cikao itu awalnya merupakan sebuah padepokan. Namun dalam
perjalanannya, bangunan tak berijin itu digunakan sebagai tempat peribadatan.(Diskominfo Purwakarta)