Penjelasan tertulis disampaikan oleh dr. Tri Muhammad Hani, MARS., MH(Kes) selaku Plt. Direktur RSUD Bayu Asih Purwakarta bersumber dari laporan kronologis petugas jaga (dokter, bidan, perawat jaga IGD) serta data-data utilisasi rumah sakit pada saat kejadian. 

Pasien datang ke IGD sekitar pukul 02.24 WIB menggunakan ambulance desa dengan didampingi bidan klinik mandiri dan ayah pasien.

Bidan perujuk dari klinik mandiri ini membawa surat rujukan dari sebuah RS Swasta di Purwakarta. Jadi sebenarnya tujuan awal pasien dirujuk oleh Bidan dan keluarga pasien BUKAN ke RSUD Bayu Asih, namun ke salah satu RS Swasta Kelas B di Kabupaten Purwakarta.

Pasien dilayani dengan baik. Pasien datang dilakukan pemeriksaan oleh dokter jaga sesuai kegawatannya di ruang Triase dan dilakukan penanganan awal dengan pemberian oksigenasi dan berdasarkan kegawatannya memerlukan perawatan di ruang intensif bayi selanjutnya Surat Perintah Rawat Inap (SPRI) untuk masuk ke ruang ICU Neonatus (Bayi). Kenapa harus di ruangan ICU Neonatus ? Karena bayi lahir prematur dengan kondisi paru-paru belum matang sehingga produksi oksigen belum optimal. Akibatnya bayi kekurangan oksigen dan TIDAK cukup hanya dengan pemberian oksigen melalui sungkup, akan tetapi harus dengan alat bantu pernafasan mekanis yang disebut Ventilator. Nah peralatan Ventilator ini hanya bisa diberikan di runag ICU Neonatus atau NICU.

Di ruangan ICU Neonatus, inkubator sebenarnya masih tersedia. Total ada 3 inkubator bayi, yang terisi 2 sehingga kosong 1. Jumlah ventilator ada 4, terpakai di ICU Neonatus 2 unit sementara 2 unit ventilator lainnya dalam posisi baru terpasang pada bayi lahir kembar yang ibunya dioperasi cesar di kamar operasi. Jadi pada saat pasien bayi datang, kebetulan di kamar operasi ada ibu hamil yang sedang dioperasi cesar oleh dokter kandungan dengan bayi kembar dan sudah diintruksikan oleh dokter setelah lahir harus segera dirawat di ICU Neonatus dengan ventilator. Sehingga pada saat kejadian SEMUA unit alat ventilator sedang terpakai.

Akhirnya dokter jaga dan bidan memutuskan sementara pasien diobservasi sementara di ruang PONEK. Bayi dilakukan pemberian oksigen (O2) dan penghangat (Infant Warmer) serta dipasang alat saturasi Oksigen. Fungsi alat saturasi oksigen adalah memantau kadar oksigen dalam darah.

Hasil observasi dengan pemantauan saturasi oksigen menunjukkan indikasi medis bayi harus mendapat alat bantu nafas mekanis ventilator dan TIDAK cukup hanya pemasangan oksigen sungkup saja. Sehingga tidak ada jalan lain harus menggunakan alat ventilator yang mana kondisi di RSUD Bayu Asih semua unit ventilator terpakai. Akhirnya dokter jaga memberi edukasi dan motivasi kepada keluarga pasien untuk dirujuk ke RS lain yang peralatan ventilator nya tersedia.

Pertimbangan dokter jaga dan bidan adalah jika tidak mendapat pertolongan dengan ventilator justru membahayakan nyawa bayi dan bisa tidak tertolong karena kadar oksigen dalam tubuh yang semakin turun. Namun pihak keluarga masih tetap ingin dirawat dan dilayani di RSUD Bayu Asih.

Dokter jaga akhirnya mengeluarkan rujukan ke dua RS Swasta di Purwakarta dengan harapan salah satunya tersedia alat ventilator. Surat rujukan diberikan kepada bidan yang merujuk dan keluarga. Ternyata kami kemudian mendapat informasi, bahwa bayi tidak dibawa ke RS Swasta yang kami rujuk, akan tetapi dibawa pulang ke rumah.


Kesimpulan :

1. Tidak ada penolakan terhadap pasien bayi oleh petugas (dokter, bidan atau perawat) pada saat baru datang. Karena pasien tetap diperiksa dokter, diberi surat pengantar rawat inap bahkan sempat diobservasi di ruang PONEK dengan pemberian oksigen dan dipasang alat pemantau kadar oksigen.

2. Tidak ada penolakan untuk merawat pasien bayi ini. Disebut penolakan jika fasilitas ada tetapi kami tidak mau merawat. Akan tetapi pada kasus ini yang terjadi adalah fasilitas peralatan yaitu ventilator memang tidak tersedia karena terpakai SEMUA.

3. Tidak ada penolakan dari petugas, namun petugas memberi edukasi dan motivasi kepada keluarga bahwa pasien bayi ini perlu dirujuk ke RS lain yang memiliki alat ventilator.

4. Dasar keputusan petugas merujuk adalah karena SEMUA alat ventilator terpakai sehingga pasien bayi harus dirujuk ke RS yang memiliki alat ventilator, sedangkan pasien bayi ini mutlak memerlukan alat ventilator dan tidak cukup dengan pemberian sungkup oksigen karena bisa tidak tertolong jika tanpa alat ventilator.

5. Sistem komunikasi dan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan dalam kasus ini TIDAK BERJALAN dengan baik, karena tidak ada komunikasi untuk konfirmasi ketersediaan peralatan baik dari bidan perujuk ataupun dari RS Swasta yang menjadi tujuan awal pasien ini dirujuk kepada petugas yang berjaga 24 jam di PONEK IGD RSUD Bayu Asih. (Diskominfo Purwakarta)